A. Ekologi Tikus
1. Morfologi
a. Tikus Sawah (Rattus argentiventer)
Tikus
sawah banyak dijumpai merusak tanaman pangan khususnya padi sawah. Tubuh bagian
atas (punggung) berwama coklat kekuningan dengan bercak hitam di rambut-
rambutnya, sehingga memberi kesan seperti berwama abu-abu, dada berwama putih.
Panjang badan tikus sawah dewasa dari hidung sampai ujung ekor berkisar antara
270- 70 mm, dengan berat sekitar 130 g. Panjang ekor biasanya sama atau lebih
pendek dari pada badan dari ujung hidung sampai pangkal ekor. Panjang telapak
kaki belakang dari tumit sampai ujung kuku jari terpanjang adalah 32-36 mm.
Sedangkan panjang telinga 18-21 mm. Tikus sawah mempunyai enam pasang puting
susu yang terletak di kiri dan kanan pada bagian perut memanjang sepanjang
badan.
Tikus
sawah dapat berkembang biak mulai umur 1,5-5 bulan. Setelah kawin, masa bunting
memerlukan waktu 21 hari. Seekor tikus betina melahirkan rata-rata 8 ekor anak
setiap kali melahirkan, dan mampu kawin lagi dalam tempo 48 jam setelah
melahirkan serta mampu hamil sambil menyusui dalam waktu yang bersamaan. Selama
satu tahun seekor betina dapat melahirkan 4 kali, sehingga dalam satu tahun
dapat dilahirkan 32 ekor anak, dan populasi dari satu pasang tikus tersebut
dapat mencapai + 1200 ekor turunan.
Anak yang
baru lahir beratnya sekitar 2-4 g, berwama merah daging dan tidak berbulu.
Setelah umur 4 hari wamanya berubah menjadi biru kelabu dan pada umur 7-
10 hari tumbuh bulu berwama kelabu dan coklat, saat ini mata masih tertutup.
Mata anak tikus terbuka setelah umur 12-14 hari dan masa menyusui berlangsung
sampai umur 18-24 hari. Pada umur 28 hari anak tikus telah dapat berjalan
dengan cepat.
Di
laboratorium tikus dapat mencapai umur 3-4 tahun. Namun karena persediaan
makanan dan perbedaan faktor lingkungan, di lapangan tikus sangat sukar
mencapai umur lebih dari satu tahun.
Tikus Semak (Rattus exulans)
Tikus
semak tubuhnya sedikit lebih kecil dari pada tikus sawah. Panjang badan tikus
dewasa dari hidung sampai ujung ekor berkisar antara 220-285 mm. Panjang ekor
sama atau lebih panjang dari pada panjang badan. Panjang telapak kaki belakang
dari tumit sampai ujung kuku jari yang terpanjang 24-28 mm, panjang telinga
17-20 mm. Susunan puting susu adalah 2 pasang di kiri dan di kanan sehingga
puting susu beriumlah delapan. Tikus semak pandai memanjat. Bagian atas
badannya berwama coklat kelabu dan bagian bawah berwama putih kelabu.
Tikus
semak terutama hidup disemak-semak, pinggir hutan dan di rumah-rumah, namun
kurang menyukai daerah yang banyak air.
2. Perilaku
Tikus mempunyai indra penglihatan yang lemah dan buta wama, namun diimbangi
oleh indra penciuman, peraba dan pendengaran yang tajam. Gerakan di malam hari
terutama dituntun oleh misai dan bulu-bulu yang tumbuh panjang.
Tikus mempunyai gigi seri yang sangat tajam dan selalu tumbuh terns, sehingga
selama hidupnya gigi tersebut dapat mencapai panjang 15-25 cm. Apabila
pertumbuhan gigi seri tersebut dibiarkan, maka gigi seri tersebut mengganggu.
Oleh karena itu agar panjang gigi serinya tetap normal, tikus sering mengerat
benda-benda keras maupun lunak yang dijumpai, sehingga menjadi penyebab utama
kerusakan yang ditimbulkan, akibat yang ditimbulkannya dalam setiap hari dapat
mencapai tidak kurang dari lima kali banyaknya makanan yang dibutuhkan.
Perkembangbiakan tikus sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, terutama
ketersediaan makanan. Pada daerah dengan musim hujan dan musim kemarau yang
tidak banyak berbeda sepanjang tahun, faktor tersedianya makanan tidak banyak
berbeda, sehingga kepadatan populasi tikus juga stabil. Untuk daerah yang
mempunyai musim hujan dan musim kemarau yang berbeda jelas, maka kepadatan
populasi tikus tidak stabil. Pada musim hujan, dengan persediaan makanan cukup,
tikus akan berkembang biak dengan pesat. Sebaliknya di musim kemarau dengan
ketersediaan air yang sangat terbatas perkembangbiakan tikus sangat terhambat,
bahkan dapat terhenti sama sekali.
Tikus yang kelaparan akan memakan hampir semua benda yang dijumpai, lain halnya
bila ketersediaan makanan cukup, tikus akan memilih makanan yang paling disukai
yaitu padi bunting, padi menguning dan jagung muda. Disamping itu tikus juga
menyukai ubi kayu, ubi jalar, tebu dan kelapa. Pada dasamya makanan tikus
adalah karbohidrat. Namun adakalanya dijumpai tikus memakan serangga, siput,
bangkai ikan dan makanan hewan lain. Makanan jenis hewani tersebut diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan akan protein. Hampir seluruh waktu yang digunakan
untuk makan adalah malam hari. Pada waktu makan, tikus bergerak kesana kemari
sambil menggerogoti makanannya sedikit demi sedikit sepanjang malam sampai
kenyang.
Tikus hidup di tempat-tempat yang tersedia cukup makanan dan yang dapat
memberikan perlindungan. Mereka lebih suka tempat-tempat bervegetasi yang
memenuhi kedua kebutuhan tersebut. Bila hal ini tidak terpenuhi, mereka berdiam
di tempat-tempat yang memberikan cukup perlindungan baik terhadap panas maupun
musuh-musuhnya, yaitu semak-semak atau tempat-tempat berumput lainnya yang
tidak jauh dari sumber makanan.
Tikus sawah merupakan binatang yang sangat pandai membuat liang untuk
bersarang. Liang bagi tikus berfungsi sebagai tempat berlindung, memelihara
anak dan menimbun makanan. Sarang dibuat selama masa perkawinan dan digunakan
untuk melahirkan dan melindungi anak-anaknya. Tikus yang akan melahirkan
mengurung diri di dalam liang dan menutup pintu masuk dengan tanah galian.
Tutup ini akan dibuka apabila anak-anaknya sudah mampu bergerak sendiri.
Liang tikus biasanya mempunyai pintu masuk utama yang berakhir dengan satu atau
dua jalan keluar yang tersamarkan. Pada umumnya liang tikus berlekuk-lekuk di
bawah tanah sedalam 0,5 m dan dilengkapi dengan ruang-ruang sebagai tempat
penyimpanan makanan dan tempat melahirkan. Panjang liang tikus 0,5-1,5 m,
bahkan liang tikus dapat mencapai 10 m, hal ini sejalan dengan perkembangan
anggota kelompok. Liang tikus tidak selamanya dihuni, terutama pada waktu
persediaan makan berkurang atau bencana banjir. Tikus biasanya mengembara dan
membuat sarang baru atau menempati tempat yang lama sekitar tanggul irigasi.
pekarangan rumah sekitar gudang padi, kebun tebu, rumpun bambu, semak belukar,
pekuburan, tegalan atau permukaan tanah yang tinggi.
Pada umumnya liang yang ditinggalkan tidak digunakan oleh tikus-tikus lainnya
kecuali untuk berlindung atau berteduh.
3. Kerugian Karena Serangan Tikus
Pada tanaman padi, kerusakan karena serangan tikus terjadi akibat batang padi
digigit/dipotong. Bekas gigitan terlihat membentuk sudut potong kurang lebih 45 o dan masih mempunyai
sisa bagian batang yang tidak terpotong.
Pada tanaman fase vegetatif, seekor tikus dapat merusak antara 11-176 batang
padi per malam. Sedangkan pada saat bunting kemampuan merusak meningkat menjadi
24 –246 batang per malam. Kerusakan berat karena serangan tikus biasanya hanya
menyisakan beberapa baris tanaman pada bagian tepi.
B. Kebijakan Perlindungan Tanaman
Landasan kebijakan untuk
menyelenggarakan perlindungan tanaman adalah Undang-Undang No. 12 Tahun 1992
tentang Sistem Budidaya Tanaman, Peraturan Pemerintah No.6 Tahun 1995 tentang
Perlindungan Tanaman dan Keputusan Menteri Pertanian No.887/Kpts/OT210/97
tentang Pedoman Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan.
Tujuan mengupayakan terjaminnya produk pertanian secara kontinyu
dengan kuantitas sesuai dengan harapan dan kualitas yang baik dan berdaya saing
tinggi dalam rangka mendukung sistem dan usaha agribisnis yang lestari. Dalam
pelaksanaannya perlindungan tanaman dilaksanakan dengan sistem Pengendalian
Hama Terpadu (PHT) yaitu pengendalian populasi hama dengan memanfaatkan semua
teknik yang kompatibel dalam suatu sistem yang harmonis untuk menurunkan dan
mempertahankan populasi di bawah tingkat yang tidak menyebabkan kerusakan
secara ekonomi.
Berdasarkan Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah
Daerah dan Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah
dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom, Kewenangan Daerah Otonom adalah
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat setempat. Kewenangan Pemerintah Pusat dibidang
perlindungan tanaman adalah penetapan norma dan standar teknis pengendalian,
serta menetapkan kebijakan untuk mendukung pembangunan secara makro. Sedangkan
pemerintah propinsi mempunyai kewenangan menangani serangan OPT lintas
kabupatan/kota, pemantauan, peramalan dan pengendalian serta penanggulangan
eksplosi. Secara tegas dalam PP No. 25 tahun 2000 disebutkan bahwa wewenang
pemerintah kabupaten/kota dalam pengendalian OPT meliputi pengamatan OPT dan
faktor yang mempengaruhinya, pengendalian dan eradikasi, pengawasan pestisida
serta melaksanakan bimbingan terhadap petani/masyarakat tani.